Derajat Bangun Pagi
Salah satu ujian penting manusia adalah bangun pagi. Sebab
seenak-enaknya tidur justru berpuncak di dini hari. Sekantuk-kantuknya
mata jutsru datang ketika kita harus bangun. Tetapi inilah ujian
selengkapnya. Waktu tepat ketika manusia harus memulai bekerja adalah
pagi. Saat ketika kita harus bergiat ialah saat ketika kita sangat ingin
kita bermalas. Inilah kenapa ia disebut ujian.
Cukup dari kegiatan bangun pagi saja sudah tercermin sebuah prinsip
penting dalam hidup. Betapa terjal jalan menuju lapang. Betapa sulit
jalan menuju mudah. Karenanya, setiap pagi, titik iba saya kepada
anak-anak selalu berada di level tertinggi, begitu juga titik marah
saya. Energi untuk iba dan energi untuk marah benar-benar sama-sama
tinggi di setiap pagi.
Sungguh berat rasanya menggugah anak-anak yang sedang lelap dalam
tidur. Apalagi pagi ketika hujan belum juga reda semalaman. Jangankan
anak-anak, saya sendiri, jika boleh memilih, akan melanjutkan tidur.
Itulah sebaik-baiknya keadaan untuk tidur jika ukuran hidup hanyalah
kantuk. Sayang, ukuran tidur tidak cuma kantuk. Karena ada jenis kantuk,
yang jika terus menerus dituruti akan menjadi benalu hidup.
Karenanya anak-anak, betapapun berat keadaannya, harus dbangunkan.
Betapapun tidak tega hati kita, mereka harus diminta menjalani hidup.
Dipaksa kalau perlu. Hidup yang terpaksa memang tidak enak. Tetapi ada
jenis keenakan yang memang harus melewati jalan terpaksa. Maka dengan
tepaksa saya harus memaksa anak-anak itu bangun dari tidurnya. Dan
seperti kebanyakan sikap tepaksa ia sungguh menyiksa.
Melihat mereka sempoyongan turun dari tempat tidut, mandi dengan mata
masih setengah terbuka, sungguh pemandangan yang berat. Sebelum
kesadaran mereka pulih sepenuhnya, gundukan berat buku harus memberati
punggung mereka, sekian pekeraan rumah, sekian lama jam sekolah sudah
menghadang di depan mata.
Tetapi inilah satu-satunya jalan menuju ilmu itu. Sekolah memang juga
menuai kritik. Tetapi seberapaun keras kritik terhadap sekolah, belum
pernah terdengar ada negara yang berani membubarkan sekolah. Artinya,
sekolah masih menjadi hampir satu-satunya jalan menuju ilmu yang belum
gugur hingga sekarang. Karenanya, tak ada lain pilihan.
Itulah kenapa setelah energi iba, kepada anak-anak kita terpaksa
menuju energi berikutnya, memaksa itu. Jika sudah dipaksa pun mata
mereka masih mengatup juga, selimut malah ditarik, mulai habislah
kesabaran kita. Pagi, adalah saat yang amat mudah mengoda kita untuk
marah karena ada saja dasi yang tertinggal, buku yang nyelip dan tali
sepatu yang entah di mana.
Sungguh, bangun pagi adalah ujian berat bagi manusia, karena ia
adalah tantangan kepada manusia untuk berani memutus zona nikmatnya.
Jangankan anak-anak, saya sendiri pun masih demikian tegang ketika harus
pergi dengan mengejar pesawat pagi. Itu artinya, jika pesawat jam
tujuh, saya harus bangun jam lima. Jika pesawat jam enam saya harus
bangun jam empat. Itupun jika rumah masih dekat dengan Bandara. Makin
jauh bandaranya, akan makin dini bangun pagi kita. Naik pesawat memang
cepat, tetapi ada sekian tirakat berat di sebaliknya untuk bisa berjalan
di cepat.
Tetapi memang cuma pesawat sekarang ini yang sanggup melintasi
tempat-tempat yang jauh dalam waktu cepat. Maka barang siapa ingin yang
cepat, inilah satu-satunya alat. Dan alat terbaik, selalu adalah alat
yang terberat. (Prie GS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar