Jumat, 18 Mei 2012

Derajat Bangun Pagi

Derajat Bangun Pagi

Salah satu ujian penting manusia adalah bangun pagi. Sebab seenak-enaknya tidur justru berpuncak di dini hari. Sekantuk-kantuknya mata jutsru datang ketika kita harus bangun. Tetapi inilah ujian selengkapnya. Waktu tepat ketika manusia harus memulai bekerja adalah pagi. Saat ketika kita harus bergiat ialah saat ketika kita sangat ingin kita bermalas. Inilah kenapa ia disebut ujian.

Cukup dari kegiatan bangun pagi saja sudah tercermin sebuah prinsip penting dalam hidup. Betapa terjal jalan menuju lapang. Betapa sulit jalan menuju mudah. Karenanya, setiap pagi, titik iba saya kepada anak-anak selalu berada di level tertinggi, begitu juga titik marah saya. Energi untuk iba dan energi untuk marah benar-benar sama-sama tinggi di setiap pagi.
Sungguh berat rasanya menggugah anak-anak yang sedang lelap dalam tidur. Apalagi pagi ketika hujan belum juga reda semalaman. Jangankan anak-anak, saya sendiri, jika boleh memilih, akan melanjutkan tidur. Itulah sebaik-baiknya keadaan untuk tidur jika ukuran hidup hanyalah kantuk. Sayang, ukuran tidur tidak cuma kantuk. Karena ada jenis kantuk, yang jika terus menerus dituruti akan menjadi benalu hidup.

Karenanya anak-anak, betapapun berat keadaannya, harus dbangunkan. Betapapun tidak tega hati kita, mereka harus diminta menjalani hidup. Dipaksa kalau perlu. Hidup yang terpaksa memang tidak enak. Tetapi ada jenis keenakan yang memang harus melewati jalan terpaksa. Maka dengan tepaksa saya harus memaksa anak-anak itu bangun dari tidurnya. Dan seperti kebanyakan sikap tepaksa ia sungguh menyiksa.

Melihat mereka sempoyongan turun dari tempat tidut, mandi dengan mata masih setengah terbuka, sungguh pemandangan yang berat. Sebelum kesadaran mereka pulih sepenuhnya, gundukan berat buku harus memberati punggung mereka, sekian pekeraan rumah, sekian lama jam sekolah sudah menghadang di depan mata.

Tetapi inilah satu-satunya jalan menuju ilmu itu. Sekolah memang juga menuai kritik. Tetapi seberapaun keras kritik terhadap sekolah, belum pernah terdengar ada negara yang berani membubarkan sekolah. Artinya, sekolah masih menjadi hampir satu-satunya jalan menuju ilmu yang belum gugur hingga sekarang. Karenanya, tak ada lain pilihan.

Itulah kenapa setelah energi iba, kepada anak-anak kita terpaksa menuju energi berikutnya, memaksa itu. Jika sudah dipaksa pun mata mereka masih mengatup juga, selimut malah ditarik, mulai habislah kesabaran kita. Pagi, adalah saat yang amat mudah mengoda kita untuk marah karena ada saja dasi yang tertinggal, buku yang nyelip dan tali sepatu yang entah di mana.

Sungguh, bangun pagi adalah ujian berat bagi manusia, karena ia adalah tantangan kepada manusia untuk berani memutus zona nikmatnya. Jangankan anak-anak, saya sendiri pun masih demikian tegang ketika harus pergi dengan mengejar pesawat pagi. Itu artinya, jika pesawat jam tujuh, saya harus bangun jam lima. Jika pesawat jam enam saya harus bangun jam empat. Itupun jika rumah masih dekat dengan Bandara. Makin jauh bandaranya, akan makin dini bangun pagi kita. Naik pesawat memang cepat, tetapi ada sekian tirakat berat di sebaliknya untuk bisa berjalan di cepat.

Tetapi memang cuma pesawat sekarang ini yang sanggup melintasi tempat-tempat yang jauh dalam waktu cepat. Maka barang siapa ingin yang cepat, inilah satu-satunya alat. Dan alat terbaik, selalu adalah alat yang terberat. (Prie GS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar