a. Konsep Gotong
Royong
Rasa syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa lantaran saat
ini kita telah sampai di penghujung bagian terakhir dari buku ini. Pada bagian
terakhir ini, kita akan belajar bersama tentang gotong royong.
Pernahkah kalian mendengar kata gotong royong? Ataukah kalian pernah
ikut gotong royong? Gotong royong merupakan identitas dan kekayaan budaya
Indonesia. Ada pepatah menyebutkan “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing”.
Pepatah ini bermakna, pekerjaan berat jika dilakukan bersama-sama maka akan
terasa ringan. Pepatah ini dapat menggambarkan makna gotong royong. Lalu, apa
yang dimaksud gotong royong itu? Mari kita diskusikan bersama-sama!
Sebagai makluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia
senantiasa membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini menjadi itrah manusia. Oleh
karena itu, dalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerja sama, gotong
royong, dan sikap saling membantu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
hidup.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata gotong royong bermakna bekerja
bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu). Kata gotong royong sendiri
berasal dari bahasa Jawa, yaitu gotong dan royong. Gotong artinya pikul atau angkat.
Sedangkan royong artinya bersama-sama. Dengan demikian, secara hariah gotong
royong dapat diartikan mengangkat beban secara bersama-sama agar beban menjadi
ringan.
Koentjaraningrat membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia yaitu: gotong royong tolong-menolong dan gotong royong
kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong-menolong bersifat individual,
misalnya menolong tetangga kita yang sedang mengadakan pesta pernikahan, upacara
kematian, membangun rumah, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan gotong royong
kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan suatu hal yang sifatnya untuk
kepentingan umum, seperti bersih-bersih desa/kampung, memperbaiki jalan,
membuat tanggul, dan lain-lain.
Koentjaraningrat lebih lanjut membagi jenis-jenis gotong royong yang
terdapat pada masyarakat pedesaan menajadi 4 (empat), yaitu:
1) tolong-menolong
dalam aktivitas pertanian;
2) tolong-menolong
dalam aktivitas sekitar rumah tangga;
3) tolong-menolong
dalam aktivitas persiapan pesta dan upacara;
4) tolong-menolong
dalam peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematian.
Gotong-royong lahir atas dorongan kesadaran dan semangat untuk
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, serentak, dan beramai-ramai, tanpa
memikirkan dan mengutamakan keuntungan pribadi. Gotong royong harus dilandasi
dengan semangat keikhlasan, kerelaan, kebersamaan, toleransi, dan kepercayaan.
Gotong-royong merupakan suatu paham yang dinamis, yang menggambarkan usaha
bersama, suatu amal, suatu pekerjaan atau suatu karya bersama, suatu perjuangan
bantu-membantu. Dalam gotong royong, melekat nilai-nilai Pancasila, yaitu:
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial yang
merupakan landasan ilsafat bangsa Indonesia.
Konsep gotong royong dapat pula dimaknai sebagai pemberdayaan
masyarakat. Hal ini lantaran gotong royong dapat menjadi modal sosial (social
capital) untuk mendukung kekuatan institusional pada level komunitas, negara,
dan lintas bangsa. Dalam gotong royong termuat makna collective action to
struggle, self governing, common goal, dan sovereignty. Secara sosio-kultural,
nilai gotong royong merupakan semangat yang dimanifestasikan dalam berbagai
perilaku individu yang dilakukan tanpa pamrih guna mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama demi kepentingan individu atau kolektif tertentu.
Bintarto menyatakan bahwa gotong royong merupakan perilaku sosial dan juga
tata nilai kehidupan sosial yang ada sejak lama dalam kehidupan di desa-desa Indonesia.
Secara sosio-historis, tradisi gotong royong tumbuh subur di pedesaan Indonesia
lantaran kehidupan pertanian memerlukan kerja sama yang besar untuk mengolah
tanah, menanam, memelihara hingga memetik hasil panen. Bagi bangsa Indonesia,
gotong royong tidak hanya bermakna sebagai perilaku, namun berperan pula
sebagai nilai-nilai moral. Hal ini mengandung pengertian bahwa gotong royong senantiasa
menjadi pedoman perilaku dan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam beragam
bentuk.
b. Makna Penting
Gotong Royong
Sebagai identitas budaya bangsa Indonesia, tradisi gotong royong yang
sarat dengan nilai-nilai luhur harus kita lestarikan. Terlebih lagi Indonesia
merupakan negara yang majemuk, baik dari sisi agama, budaya, suku maupun
bahasa. Gotong royong dapat merekatkan dan menguatkan solidaritas sosial. Ia
melahirkan sikap kebersamaan, saling tolong-menolong, dan menghargai perbedaan.
Selain membantu meringankan beban orang lain, dengan gotong royong kita juga
dapat mengurangi kesalahpahaman, sehingga dapat mencegah terjadinya berbagai konlik.
Gotong royong yang mereleksikan suatu kebersamaan merupakan pedoman untuk
menciptakan kehidupan yang jauh dari konlik. Di dalam gotong royong, terkandung
nilai-nilai yang dapat meningkatkan rasa kerja sama dan persatuan warga. Oleh
karena itu, melestarikan eksistensi tradisi gotong royong di tengah masyarakat
sangatlah penting, terutama pada masyarakat yang majemuk.
Secara historis, spirit gotong royong berkontribusi besar dalam
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini, antara lain, dapat kita lihat
dalam penyebaran informasi kemerdekaan ke pelosok negeri dan dunia. Pasca
Indonesia memproklamasikan kemerdekannya, banyak pemuda datang ke Jalan Menteng
31 yang menjadi tempat berkumpul para aktivis pemuda pada saat itu. Para pemuda
tersebut menyebarkan stensilan teks kemerdekaan ke berbagai daerah di
Indonesia.
Beberapa pemuda tersebut di antaranya adalah M. Zaelani, anggota Barisan
Pemuda Gerindo, yang dikirim ke Sumatera. Tercatat juga nama Uteh Riza Yahya,
yang menikah dengan Kartika, putri Presiden Soekarno. Kemudian ada pula guru
Taman Siswa bernama Sulistio dan Sri. Ada juga aktivis Lembaga Putri, Mariawati
Purwo. Mereka menuju ke Sumatera bersama Ahmad Tahir untuk menyebarkan kabar
kemerdekaan. Selain itu, tercatat pula nama Masri yang berangkat ke Kalimantan.
Beberapa pemuda juga berangkat ke Sulawesi. Mereka pergi ke luar Jawa membawa
kabar kemerdekaan dengan menggunakan perahu. Di Yogyakarta, Ki Hadjar
Dewantara, tokoh pendiri Taman Siswa, berkeliling kampung dengan naik sepeda
untuk menyebarkan informasi kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat luas.
Spirit gotong royong terus ditanamkan dan dipraktikkan oleh para tokoh
bangsa lintas agama dan etnis, baik dari kalangan sipil maupun dari kalangan
militer, selama revolusi kemerdekaan di Yogyakarta. Di kota bersejarah ini,
berkumpul tokoh-tokoh bangsa dari beragam latar agama, etnis, dan pandangan
politik.
Dari sisi etnis, terdapat nama Soekarno, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Soedirman,
Ki Hadjar Dewantara, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Sukiman Wirjosandjojo, Wahid
Hasjim, dan I.J. Kasimo yang berlatar belakang suku Jawa. Tercatat pula Ali
sadikin, Ibrahim Adji, dan M. Enoch yang berlatar belakang Sunda. Ada pula Mohammad
Hatta, Agoes Salim, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin, dan Muhammad
Natsir yang berlatar belakang Suku Minang. Ada juga Simatupang dan Nasution
dari Tapanuli. Ada Kawilarang dan A.A. Maramis dari Manado. Terdapat juga nama
Muhammad Yusuf dari Makassar, Mr. Assaat dan Teuku M. Hassan dari Aceh. A.R.
Baswedan yang keturunan Arab, dan lain-lain.
Semangat gotong royong dengan mengesampingkan perbedaan begitu terasa di
Yogyakarta. Realitas ini, antara lain, dapat dilihat dari perjumpaan antara
tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti
K.H. Wahid Hasjim, tokoh Persatuan Islam seperti Muhammad Natsir, tokoh Ahmadiyah
seperti Sayyid Shah Muhammad Al-jaeni, tokoh Katolik seperti I.J. Kasimo, dan
sebagainya.
c. Contoh
Praktik Gotong Royong
Kalian tentu tahu bahwa Indonesia dikenal dunia karena masyarakat
Indonesia memiliki sikap ramah, kekeluargaan, dan budaya gotong royong. Sejak
lama, budaya gotong royong mengakar di bumi Indonesia. Sartono Kartodirjo
menyebutkan bahwa gotong royong merupakan budaya yang telah tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang diwariskan secara
turun-temurun. Tradisi gotong royong bahkan menjadi penanda dan identitas
budaya bangsa Indonesia.
Budaya gotong royong di Indonesia dapat dilihat dalam berbagai macam
bentuk dan istilah yang berbeda, sesuai dengan daerah masing-masing. Misalnya
di Jawa, dikenal dengan istilah sambatan. Sambatan merupakan tradisi untuk
meminta pertolongan kepada warga masyarakat untuk membantu keluarga yang sedang
membutuhkan bantuan, seperti membangun dan memperbaiki rumah, membantu hajatan
perkawinan, upacara kematian, dan kepentingan-kepentingan lain yang membutuhkan
bantuan orang banyak. Uniknya, tanpa diminta untuk membantu, masyarakat akan nyengkuyung
(bekerja bersama-sama membantu tetangganya yang memiliki hajat). Mereka tidak
berharap mendapatkan keuntungan material atau berpikir untung-rugi. Mereka
memiliki prinsip “loss sathak, bathi sanak” yang artinya “lebih baik kehilangan
materi daripada kehilangan saudara”.
Di Toraja, Sulawesi Selatan, tradisi gotong royong disebut dengan arisan
tenaga, yaitu kegiatan semacam kerja bakti bergilir untuk menggarap sawah atau
ladang milik warga lain. Suku Dayak di Kalimantan juga melakukan tradisi yang
kurang lebih sama yang disebut dengan tradisi sa’aleant.
Karena konsep gotong royong mengandung makna bekerja sama secara nyata, maka
sudah semestinya kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar
untuk didiskusikan. Lantas, bagaimana cara mempraktikkan gotong royong? Ada
banyak cara yang dapat kalian lakukan. Kalian dapat memulainya dengan melakukan
hal-hal sederhana yang ada di sekitar kalian, seperti membantu hajatan
tetangga, gotong royong mengatasi masalah lingkungan hidup, gotong royong
menyantuni orang miskin dan anak-anak yatim, gotong royong membersihkan kelas,
dan sebagainya. Ingat bahwa gotong royong tidak hanya sebatas pada kegiatan
bersama yang bersifat isik saja, tetapi dapat berupa kerja bersama non-isik,
seperti mencari solusi bersama atas sebuah persoalan, memberikan gagasan/ide,
memberikan bantuan, dan lain-lain.